Aktivitas Babeh Yadi Sebagai Pewaris Selendang Mayang Dalam Foto Cerita

Selendang Mayang is a traditional delicacy made from rice flour, served with coconut
milk and palm sugar syrup. Today, it has become increasingly rare, especially amid the
rise of modernization and the growing dominance of fast food. Sellers of such traditional
foods are not merely individuals exchanging goods or services for profit— they also play
a vital role as cultural preservers, particularly when the products they offer are local,
traditional, or inherited through generations. Babeh Yadi, a successor of the Selendang
Mayang tradition, has yet to be the subject of any dedicated visual publication that
highlights his activities—such as his hard work selling Selendang Mayang from morning
until evening, and preparing the delicacy late at night. The creative process involves pre-
production, production, and post-production, resulting in a series of 15 narrative
photographs. Using the EDFAT method (Entire, Details, Frame, Angle, Time), each
photograph is carefully selected and arranged to form a story that is informative,
communicative, and humanistic. Emphasis is placed on the use of available and artificial
lighting, strong composition, and capturing authentic moments to convey reality. The
author conducted data collection through literature studies, direct interviews with Babeh
Yadi, and on-site observations at his vending location and home. This work serves not
only as a documentary archive, but also as a source of information about Babeh Yadi as
a cultural heir of Selendang Mayang, presented through the medium of photo storytelling.

Selendang mayang merupakan makanan tradisional yang terbuat dari bahan dasar tepung
beras, disajikan dengan siraman santan dan larutan gula merah, saat ini mulai jarang
ditemukan, khususnya di tengah arus modernisasi dan dominasi makanan cepat saji yang
kian berkembang. Penjual tidak hanya berperan sebagai pihak yang menawarkan dan
menukarkan barang atau jasa dengan keuntungan semata, tetapi juga sebagai pelestari
budaya terutama jika yang dijual merupakan produk local, tradisional atau warisan turun
temurun. Babeh Yadi yang merupakan pewaris selendang mayang ini belum terdapat
publikasi visual yang secara khusus mengangkat aktivitasnya, seperti kerja keras berjualan
selendang mayang dari pagi hingga sore, pembuatan selendang mayang pada malam hari.
Proses kreatifnya meliputi pra produksi, produksi, dan pasca produksi, yang menghasilkan
serangkaian 15 foto naratif. Dengan menggunakan metode EDFAT (Entire, Details,
Frame, Angle, Time) dan setiap foto dipilih dan disusun membentuk rangkaian cerita yang
informatif, komunikatif, dan humanis. Penekanan pada pencahayaan available dan
pencahayaan artificial, komposisi yang kuat, serta momen autentik bertujuan
menyampaikan realitas. Penulis menggunakan Teknik pengumpulan data mulai dari studi
pusaka, wawancara secara langsung dengan Babeh Yadi, dan observasi mendatangi
langsung tempat berjualan dan rumah Babeh Yadi. Karya ini tidak hanya bertujuan sebagai
arsip dokumenter, namun juga sebagai informasi tentang Babeh Yadi sebagai pewaris
selendang mayang dalam media foto cerita.